Forester dan Traveler dengan sejuta mimpinya

Forester dan Traveler dengan sejuta mimpinya
Alam ini sangat indah ya Allah, bantu kami menjaganya

Senin, 30 September 2013

Mengenal Sejarah dan Proses Hujan Asam


Hujan Asam

Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.

Sejarah

Hujan asam dilaporkan pertama kali di ManchesterInggris, yang menjadi kota penting dalam Revolusi Industri. Pada tahun 1852, Robert Angus Smith menemukan hubungan antara hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan asam tersebut mulai digunakannya pada tahun 1872. Ia mengamati bahwa hujan asam dapat mengarah pada kehancuran alam.
Walaupun hujan asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan mulai mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini. Kesadaran masyarakat akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di tahun 1990-an setelah di New York Times memuat laporan dari Hubbard Brook Experimental Forest di New Hampshire tentang of the banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.

Sumber

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke tanah.
Hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan daerah-daerah di arahan anginnya. Hujan asam dari pembangkit tenaga listrik di Amerika Serikat bagian Barat telah merusak hutan-hutan di New York dan New England. Pembangkit tenaga listrik ini umumnya menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya.

Proses yang terlibat dalam pemecahan Asam ( catatan: bahwa hanya SO2 dan NOX memegang peran penting dalam hujan asam).

Pembentukan hujan asam

Secara sedehana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:

Bukti terjadinya peningkatan hujan asam diperoleh dari analisa es kutub. Terlihat turunnya kadar pH sejak dimulainya Revolusi Industri dari 6 menjadi 4,5 atau 4. Informasi lain diperoleh dari organisme yang dikenal sebagai diatom yang menghuni kolam-kolam. Setelah bertahun-tahun, organisme-organisme yang mati akan mengendap dalam lapisan-lapisan sedimen di dasar kolam. Pertumbuhan diatom akan meningkat pada pH tertentu, sehingga jumlah diatom yang ditemukan di dasar kolam akan memperlihatkan perubahan pH secara tahunan bila kita melihat ke masing-masing lapisan tersebut.
Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida belerang ini. Pembacaan pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4 (tingkat keasaman cuka). Sumber-sumber ini, ditambah oleh transportasi, merupakan penyumbang-penyumbang utama hujan asam.
Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri tetapi telah berkembang menjadi lebih luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas. Sering sekali, hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, di mana daerah pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan di sini.
Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di danau. Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas. Pertumbuhan Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh tingginya kadar pH.
Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara. Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga. Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang bisa diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang.
Ion-ion beracun yang terlepas akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.

Metode Pencegahan

Di Amerika Serikat, banyak pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue gas desulfurization (FGD) untuk menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas yang mengambil gas asap dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur juga diinjeksikan ke ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber. Oleh karena itu, scrubber mengubah polusi menjadi sulfat industri.
Di beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan di land-fill.

Advokasi Pesisir dan Laut




Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun, karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan, akhirnya menjadikan laut sebagai kolam sampah raksasa. Dari sisi sosial-ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia.

Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pesisir, meliputi pulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, berikut sumberdaya hayati dan non-hayati yang terkandung di dalamnya.

Akan tetapi, kekayaan sumberdaya pesisir tersebut mulai mengalami kerusakan. Sejak awal tahun 1990-an, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakan sumberdaya pesisir telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove terumbu karang dan estuari (muara sungai).

Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuari berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap udang.

Semua kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya.

Secara normatif, kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya, sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir justru menempati strata ekonomi yang paling rendah bila dibandingkan dengan masyarakat darat lainnya.

Selama ini, kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir hanya dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral yang didukung UU tertentu yang menguntungkan instansi sektor dan dunia usaha terkait. Akibatnya, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil cenderung eksploitatif, tidak efisien, dan sustainable (berkelanjutan). Banyak faktor-faktor yang menyebabkan ketidakefektifan pengelolaan sumberdaya pesisir ini, antara lain ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya, ketidakpastian hukum, serta konflik pengelolaan.

Ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir masih sering terjadi di berbagai tempat. Biasanya sumberdaya pesisir dianggap tanpa pemilik (open access property), tetapi berdasarkan pasal 33 UUD 1945, dan UU Pokok Perairan No. 6/1996, dinyatakan sebagai milik pemerintah (state property). Namun, ada indikasi di beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terjadi pemilikan pribadi (quasi private proverty). Di beberapa wilayah pesisir atau pulau masih dipegang teguh sebagai milik kaum atau masyarakat adat (common property).

Perbedaan penerapan konsep pemilikan dan penguasaan sumberdaya ini mendorong ambiguitas atau ketidakjelasan siapa yang berhak untuk mengelolanya. Hal ini mendorong berbagai stakeholder untuk mengeksploitasi sumberdaya wilayah pesisir ini secara berlebihan, kalau tidak maka pihak lain yang akan memanfaatkannya, dan tidak ada insentif untuk melestarikannya, sehingga terjadi the tragedy of commons yang baru.

Pada dasarnya, hampir di seluruh wilayah pesisir Indonesia terjadi konflik-konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Masing-masing mempunyai tujuan, target, dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya pesisir. Perbedaan tujuan, sasaran, dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan.

Dari kajian terhadap peraturan perundang-undangan, terdapat 20 undang-undang, 5 konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, yang memberi legal mandat terhadap 14 sektor pembangunan dalam meregulasi pemanfaatan sumberdaya pesisir, baik langsung maupun tidak langsung. Kegiatan diatur dalam perundang-undangan tersebut umumnya bersifat sektoral dan difokuskan pada eksploitasi sumberdaya pesisir tertentu. Undang-undang tersebut terdikotomi untuk meregulasi pemanfaatan sumberdaya pesisir di darat saja atau di perairan laut saja.

Keempat belas sektor tersebut, meliputi sektor pertanahan, pertambangan, perindustrian, perhubungan, perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, konservasi, tata ruang, pekerjaan umum, pertahanan, keuangan, dan pemerintahan daerah. Visi sektoral pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir, telah mendorong departemen-departemen atau instansi teknis berlomba-lomba membuat peraturan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir sesuai dengan kepentingannya.

Ada juga kecenderungan Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah berdasarkan kepentingannya dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Pengaturan demikian, telah dan akan melahirkan “ketidakpastian” hukum bagi semua kalangan yang berkaitan dan berkepentingan dengan wilayah pesisir. Berdasarkan hasil review terhadap perundang-undangan dan konvensi yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir, maka dijumpai tiga permasalahan hukum yang krusial, yaitu:

* Konflik antar Undang-Undang;
* Konflik antara UU dengan Hukum Adat;
* Kekosongan Hukum; dan
* Konflik antar UU terjadi pada bidang pengaturan tata ruang wilayah pesisir dan laut.

Di dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ditentukan bahwa penataan ruang diatur secara terpusat dengan UU (Pasal 9). Sebaliknya, di dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah ditentukan bahwa penataan ruang wilayah laut sejauh 12 mil merupakan kewenangan propinsi dan sepertiganya kewenangan kabupaten/kota.

Konflik antara UU dengan hukum adat terjadi pada persoalan status kepemilikan sumberdaya alam di wilayah pesisir. Di dalam UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia Pasal 4, status sumber daya alam perairan pesisir dan laut, secara substansial, merupakan milik negara (state property). Sebaliknya, masyarakat adat mengklaim sumber daya di perairan tersebut dianggap sebagai hak ulayat (common property) berdasarkan hukum adat yang telah ada jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia.

Ketidakpastian hukum yang terjadi pada bidang penguasaan/pemilikan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalam UU No. 5/1960 terjadi Ketentuan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA) hanya diatur sebatas pemilikan/penguasaan tanah sampai pada garis pantai. Memang, ada ketentuan tentang Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan di dalam UU ini, tetapi baru sekadar disebutkan saja tanpa ada rincian pengaturannya.

Ketiga masalah krusial tersebut, bermuara pada ketidakpastian hukum, konflik kewenangan, dan pemanfaatan, serta kerusakan bio-geofisik sumberdaya pesisir. Ketiga masalah tersebut merupakan suatu kesatuan, sehingga solusi yuridisnya pun harus terpadu melalui undang-undang baru yang mengintegrasi pengelolaan wilayah pesisir. Saat ini, Pemerintah dalam proses menyusun RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan akan mengusulkannya ke DPR RI tahun 2003 ini.

Pulau-Pulau Kecil

Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan yang berbeda dibandingkan dengan pulau besar. Namun, demikian selama ini pengetahuan mengenai karakteristik pulau-pulau kecil sangat minim. Sehingga pengelolaan, pola pembangunan, dan regulasi disusun sama dengan cara pandang kita terhadap pengelolaan pulau besar (mainland). Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi.

Batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

1. Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang;
2. Secara ekologis, terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular;
Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi;
3. Daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil, sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut;
4. Dari segi sosial, ekonomi, dan budaya, masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

Keragaman hayati, sumberdaya perikanan, dan nilai estetika yang tinggi merupakan nilai lebih ekosistem pulau-pulau kecil. Di sinilah ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi, seperti terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove) ditemukan. Selain itu, pulau-pulau kecil ini juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.

Pada sisi yang lain, pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi, khususnya menyangkut ketersediaan air yang rendah dan resiko erosi (penenggelaman). Oleh karena itu, pilihan pembangunan pulau-pulau kecil merupakan gabungan dari 2 sisi ini. Kegiatan yang bersifat ekstraktif (eksploitatif), seperti pertambangan, industri yang rakus konsumsi air, dan sebagainya, merupakan pilihan yang harus dihindari. Aktifitas ekstraktif justru cenderung hanya mengeksploitasi satu jenis sumberdaya lain, dan mengabaikan/merusak sumberdaya lain yang beragam. Negara-negara yang telah maju dalam mengelola pulau-pulau kecilnya, di antaranya Fiji, mengandalkan pariwisata dan budidaya perikanan berbasis masyarakat sebagai strategi pembangunannya.


Sumber : Berbagai Sumber

Nama Ilmiah Hewan dan Tumbuhan Menurut Kelasnya (Lengkap)



SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
  1. Anoa depressicornis Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
  2. Anoa quarlesi Anoa pegunungan
  3. Arctictis binturong Binturung
  4. Arctonyx collaris Pulusan
  5. Babyrousa babyrussa Babirusa
  6. Balaenoptera musculus Paus biru
  7. Balaenoptera physalus Paus bersirip
  8. Bos sondaicus Banteng
  9. Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera
  10. Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean
  11. Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)
  12. Cetacea Paus (semua jenis dari famili Cetacea)
  13. Cuon alpinus Ajag
  14. Cynocephalus variegatus Kubung, Tando, Walangkekes
  15. Cynogale bennetti Musang air
  16. Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi
  17. Dendrolagus spp. Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)
  18. Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera
  19. Dolphinidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)
  20. Dugong dugon Duyung
  21. Elephas indicus Gajah
  22. Felis badia Kucing merah
  23. Felis bengalensis Kucing hutan, Meong congkok
  24. Felis marmorota Kuwuk
  25. Felis planiceps Kucing dampak
  26. Felis temmincki Kucing emas
  27. Felis viverrinus Kucing bakau
  28. Helarctos malayanus Beruang madu
  29. Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
  30. Hystrix brachyura Landak
  31. Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah
  32. Lariscus hosei Bajing tanah bergaris
  33. Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah
  34. Lutra lutra Lutra
  35. Lutra sumatrana Lutra Sumatera
  36. Macaca brunnescens Monyet Sulawesi
  37. Macaca maura Monyet Sulawesi
  38. Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai
  39. Macaca tonkeana Monyet jambul
  40. Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi
  41. Manis javanica Trenggiling, Peusing
  42. Megaptera novaeangliae Paus bongkok
  43. Muntiacus muntjak Kidang, Muncak
  44. Mydaus javanensis Sigung
  45. Nasalis larvatus Kahau, Bekantan
  46. Neofelis nebulusa Harimau dahan
  47. Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera
  48. Nycticebus coucang Malu-malu
  49. Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut
  50. Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul
  51. Panthera tigris sondaica Harimau Jawa
  52. Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera
  53. Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang
  54. Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
  55. Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas
  56. Presbitys frontata Lutung dahi putih
  57. Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi
  58. Presbitys aygula Surili
  59. Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai
  60. Presbitys thomasi Rungka
  61. Prionodon linsang Musang congkok
  62. Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut
  63. Ratufa bicolor Jelarang
  64. Rhinoceros sondaicus Badak Jawa
  65. Simias concolor Simpei Mentawai
  66. Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk
  67. Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
  68. Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
  69. Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
  70. Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)
II. AVES (Burung)
  1. Accipitridae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)
  2. Aethopyga exima Jantingan gunung
  3. Aethopyga duyvenbodei Burung madu Sangihe
  4. Alcedinidae Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)
  5. Alcippe pyrrhoptera Brencet wergan
  6. Anhinga melanogaster Pecuk ular
  7. Aramidopsis plateni Mandar Sulawesi
  8. Argusianus argus Kuau
  9. Bubulcus ibis Kuntul, Bangau putih
  10. Bucerotidae Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
  11. Cacatua galerita Kakatua putih besar jambul kuning
  12. Cacatua goffini Kakatua gofin
  13. Cacatua moluccensis Kakatua Seram
  14. Cacatua sulphurea Kakatua kecil jambul kuning
  15. Cairina scutulata Itik liar
  16. Caloenas nicobarica Junai, Burung mas, Minata
  17. Casuarius bennetti Kasuari kecil
  18. Casuarius casuarius Kasuari
  19. 89 Casuarius unappenddiculatus Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning
  20. Ciconia episcopus Bangau hitam, Sandanglawe
  21. Colluricincla megarhyncha Burung sohabe coklat
  22. Crocias albonotatus Burung matahari
  23. Ducula whartoni Pergam raja
  24. Egretta sacra Kuntul karang
  25. Egretta spp. Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)
  26. Elanus caerulleus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
  27. Elanus hypoleucus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
  28. Eos histrio Nuri Sangir
  29. Esacus magnirostris Wili-wili, Uar, Bebek laut
  30. Eutrichomyias rowleyi Seriwang Sangihe
  31. Falconidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)
  32. Fregeta andrewsi Burung gunting, Bintayung
  33. Garrulax rufifrons Burung kuda
  34. Goura spp. Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
  35. Gracula religiosa mertensi Beo Flores
  36. Gracula religiosa robusta Beo Nias
  37. Gracula religiosa venerata Beo Sumbawa
  38. Grus spp. Jenjang (semua jenis dari genus Grus)
  39. Himantopus himantopus Trulek lidi, Lilimo
  40. Ibis cinereus Bluwok, Walangkadak
  41. Ibis leucocephala Bluwok berwarna
  42. Lorius roratus Bayan
  43. Leptoptilos javanicus Marabu, Bangau tongtong
  44. Leucopsar rothschildi Jalak Bali
  45. Limnodromus semipalmatus Blekek Asia
  46. Lophozosterops javanica Burung kacamata leher abu-abu
  47. Lophura bulweri Beleang ekor putih
  48. Loriculus catamene Serindit Sangihe
  49. Loriculus exilis Serindit Sulawesi
  50. Lorius domicellus Nori merah kepala hitam
  51. Macrocephalon maleo Burung maleo
  52. Megalaima armillaris Cangcarang
  53. Megalaima corvina Haruku, Ketuk-ketuk
  54. Megalaima javensis Tulung tumpuk, Bultok Jawa
  55. Megapoddidae Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)
  56. Megapodius reintwardtii Burung gosong
  57. Meliphagidae Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)
  58. Musciscapa ruecki Burung kipas biru
  59. Mycteria cinerea Bangau putih susu, Bluwok
  60. Nectariniidae Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)
  61. Numenius spp. Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)
  62. Nycticorax caledonicus Kowak merah
  63. Otus migicus beccarii Burung hantu Biak
  64. Pandionidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)
  65. Paradiseidae Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)
  66. Pavo muticus Burung merak
  67. Pelecanidae Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)
  68. Pittidae Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)
  69. Plegadis falcinellus Ibis hitam, Roko-roko
  70. Polyplectron malacense Merak kerdil
  71. Probosciger aterrimus Kakatua raja, Kakatua hitam
  72. Psaltria exilis Glatik kecil, Glatik gunung
  73. Pseudibis davisoni Ibis hitam punggung putih
  74. Psittrichas fulgidus Kasturi raja, Betet besar
  75. Ptilonorhynchidae Burung namdur, Burung dewata
  76. Rhipidura euryura Burung kipas perut putih, Kipas gunung
  77. Rhipidura javanica Burung kipas
  78. Rhipidura phoenicura Burung kipas ekor merah
  79. Satchyris grammiceps Burung tepus dada putih
  80. Satchyris melanothorax Burung tepus pipi perak
  81. Sterna zimmermanni Dara laut berjambul
  82. Sternidae Burung dara laut (semua jenis dari famili Sternidae)
  83. Sturnus melanopterus Jalak putih, Kaleng putih
  84. Sula abbotti Gangsa batu aboti
  85. Sula dactylatra Gangsa batu muka biru
  86. Sula leucogaster Gangsa batu
  87. Sula sula Gangsa batu kaki merah
  88. Tanygnathus sumatranus Nuri Sulawesi
  89. Threskiornis aethiopicus Ibis putih, Platuk besi
  90. Trichoglossus ornatus Kasturi Sulawesi
  91. Tringa guttifer Trinil tutul
  92. Trogonidae Kasumba, Suruku, Burung luntur
  93. Vanellus macropterus Trulek ekor putih
III. REPTILIA (Melata)
  1. Batagur baska Tuntong
  2. Caretta caretta Penyu tempayan
  3. Carettochelys insculpta Kura-kura Irian
  4. Chelodina novaeguineae Kura Irian leher panjang
  5. Chelonia mydas Penyu hijau
  6. Chitra indica Labi-labi besar
  7. Chlamydosaurus kingii Soa payung
  8. Chondropython viridis Sanca hijau
  9. Crocodylus novaeguineae Buaya air tawar Irian
  10. Crocodylus porosus Buaya muara
  11. Crocodylus siamensis Buaya siam
  12. Dermochelys coriacea Penyu belimbing
  13. Elseya novaeguineae Kura Irian leher pendek
  14. Eretmochelys imbricata Penyu sisik
  15. Gonychephalus dilophus Bunglon sisir
  16. Hydrasaurus amboinensis Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon
  17. Lepidochelys olivacea Penyu ridel
  18. Natator depressa Penyu pipih
  19. Orlitia borneensis Kura-kura gading
  20. Python molurus Sanca bodo
  21. Phyton timorensis Sanca Timor
  22. Tiliqua gigas Kadal Panan
  23. Tomistoma schlegelii Senyulong, Buaya sapit
  24. Varanus borneensis Biawak Kalimantan
  25. Varanus gouldi Biawak coklat
  26. Varanus indicus Biawak Maluku
  27. Varanus komodoensis Biawak komodo, Ora
  28. Varanus nebulosus Biawak abu-abu
  29. Varanus prasinus Biawak hijau
  30. Varanus timorensis Biawak Timor
  31. Varanus togianus Biawak Togian
IV. INSECTA (Serangga)
  1. Cethosia myrina Kupu bidadari
  2. Ornithoptera chimaera Kupu sayap burung peri
  3. Ornithoptera goliath Kupu sayap burung goliat
  4. Ornithoptera paradisea Kupu sayap burung surga
  5. Ornithoptera priamus Kupu sayap priamus
  6. Ornithoptera rotschldi Kupu burung rotsil
  7. Ornithoptera tithonus Kupu burung titon
  8. Trogonotera brookiana Kupu trogon
  9. Troides amphrysus Kupu raja
  10. Troides andromanche Kupu raja
  11. Troides criton Kupu raja
  12. Troides haliphron Kupu raja
  13. Troides helena Kupu raja
  14. Troides hypolitus Kupu raja
  15. Troides meoris Kupu raja
  16. Troides miranda Kupu raja
  17. Troides plato Kupu raja
  18. Troides rhadamantus Kupu raja
  19. Troides riedeli Kupu raja
  20. Troides vandepolli Kupu raja
V. PISCES (Ikan)
  1. Homaloptera gymnogaster Selusur Maninjau
  2. Latimeria chalumnae Ikan raja laut
  3. Notopterus spp. Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)
  4. Pritis spp. Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)
  5. Puntius microps Wader goa
  6. Scleropages formasus Peyang malaya, Tangkelasa
  7. Scleropages jardini Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso
VI. ANTHOZOA
  1. Anthiphates spp. Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)
VII. BIVALVIA
  1. Birgus latro Ketam kelapa
  2. Cassis cornuta Kepala kambing
  3. Charonia tritonis Triton terompet
  4. Hippopus hippopus Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
  5. Hippopus porcellanus Kima Cina
  6. Nautilus popillius Nautilus berongga
  7. Tachipleus gigas Ketam tapak kuda
  8. Tridacna crocea Kima kunia, Lubang
  9. Tridacna derasa Kima selatan
  10. Tridacna gigas Kima raksasa
  11. Tridacna maxima Kima kecil
  12. Tridacna squamosa Kima sisik, Kima seruling
  13. Trochus niloticus Troka, Susur bundar
  14. Turbo marmoratus Batu laga, Siput hijau

TUMBUHAN
I. PALMAE
  1. Amorphophallus decussilvae Bunga bangkai jangkung
  2. Amorphophallus titanum Bunga bangkai raksasa
  3. Borrassodendron borneensis Bindang, Budang
  4. Caryota no Palem raja/Indonesia
  5. Ceratolobus glaucescens Palem Jawa
  6. Cystostachys lakka Pinang merah Kalimantan
  7. Cystostachys ronda Pinang merah Bangka
  8. Eugeissona utilis Bertan
  9. Johanneste ijsmaria altifrons Daun payung
  10. Livistona spp. Palem kipas Sumatera (semua jenis dari genus Livistona)
  11. Nenga gajah Palem Sumatera
  12. Phoenix paludosa Korma rawa
  13. Pigafatta filaris Manga
  14. Pinanga javana Pinang Jawa
II. RAFFLESSIACEA
  1. Rafflesia spp. Rafflesia, Bunga padma (semua jenis dari genus Rafflesia)
III. ORCHIDACEAE
  1. Ascocentrum miniatum Anggrek kebutan
  2. Coelogyne pandurata Anggrek hitan
  3. Corybas fornicatus Anggrek koribas
  4. Cymbidium hartinahianum Anggrek hartinah
  5. Dendrobium catinecloesum Anggrek karawai
  6. Dendrobium d’albertisii Anggrek albert
  7. Dendrobium lasianthera Anggrek stuberi
  8. Dendrobium macrophyllum Anggrek jamrud
  9. Dendrobium ostrinoglossum Anggrek karawai
  10. Dendrobium phalaenopsis Anggrek larat
  11. Grammatophyllum papuanum Anggrek raksasa Irian
  12. Grammatophyllum speciosum Anggrek tebu
  13. Macodes petola Anggrek ki aksara
  14. Paphiopedilum chamberlainianum Anggrek kasut kumis
  15. Paphiopedilum glaucophyllum Anggrek kasut berbulu
  16. Paphiopedilum praestans Anggrek kasut pita
  17. Paraphalaenopsis denevei Anggrek bulan bintang
  18. Paraphalaenopsis laycockii Anggrek bulan Kaliman Tengah
  19. Paraphalaenopsis serpentilingua Anggrek bulan Kaliman Barat
  20. Phalaenopsis amboinensis Anggrek bulan Ambon
  21. Phalaenopsis gigantea Anggrek bulan raksasa
  22. Phalaenopsis sumatrana Anggrek bulan Sumatera
  23. Phalaenopsis violacose Anggrek kelip
  24. Renanthera matutina Anggrek jingga
  25. Spathoglottis zurea Anggrek sendok
  26. Vanda celebica Vanda mungil Minahasa
  27. Vanda hookeriana Vanda pensil
  28. Vanda pumila Vanda mini
  29. Vanda sumatrana Vanda Sumatera
IV. NEPHENTACEAE
  1. Nephentes spp. Kantong semar (semua jenis dari genus Nephentes)
V. DIPTEROCARPACEAE
  1. Shorea stenopten Tengkawang
  2. Shorea stenoptera Tengkawang
  3. Shorea gysberstiana Tengkawang
  4. Shorea pinanga Tengkawang
  5. Shorea compressa Tengkawang
  6. Shorea semiris Tengkawang
  7. Shorea martiana Tengkawang
  8. Shorea mexistopteryx Tengkawang
  9. Shorea beccariana Tengkawang
  10. Shorea micrantha Tengkawang
  11. Shorea palembanica Tengkawang
  12. Shorea lepidota Tengkawang
  13. Shorea singkawang Tengkawang