Forester dan Traveler dengan sejuta mimpinya

Forester dan Traveler dengan sejuta mimpinya
Alam ini sangat indah ya Allah, bantu kami menjaganya

Kamis, 03 Oktober 2013

PERANAN HUTAN ALAM DI INDONESIA DILIHAT DARI SEGI EKOLOGIS, EKONOMIS DAN SOSIAL BUDAYA


1. Hutan dalam persfektif Umum
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting (wikipedia 2009).

Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.

Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

Sedangkan pengertian dari hutan alami yaitu hutan yang terutama terdiri dari pohon-pohon indijenus yang tidak pernah ditanam oleh manusia. Hutan-hutan alam tidak mencakup perkebunan (Anonim 2009). Hutan alam ini memiliki batasan pengertian bahwa wilayah ini di dominasi pepohonan melalui siklus suksesi secara alami pula.

Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian dianataranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.

Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (World Resource Institute, 1997). Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. (Badan Planologi Dephut, 2003).

Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya (Walhi 2004).

Hal tersebut memberikan fakta bahwa peranan hutan terutama hutan alam sangatlah besar. Baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial masyarakata yang serta merta memperngaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Kemudian, dampak yang di akibatkan memberikan pertimbangan kepada kebijakan dan disiplin ilmu yang terlibat untuk meninjau peranan hutan alam secara langsung terhadap 3 (tiga aspek), Ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

2 Peran Hutan Alam Dari Aspek Ekologis

Hutandenganpenyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat ling kungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengend alian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air dibumi melalui proses :
Evapotranspirasi
Pemakaian air ko nsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.
Menambah titik-titik air diatmosfer.
Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
Tahanan permukaan dari bagian batang d i permukaan
Tahanan aliran air permukaan karena ad any a seresah d i permukaan.
Sebagai pendorong ke arah perb aikan kemampuan w atak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adany akenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.

Semua peran veg etasi tersebub ersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan y ang telah mantap, perubahan peran hutan mungkin hana nampak secara musiman, sesuai d eng an pola sebaran hujannya.

Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi aerah yang hujann a rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sung ai (DAS ) harus tetap memperhitungkan besarny a intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempeng aruhi neraca air regional.

Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarang ansangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.


3. Peran Hutan Alam Dari Aspek Ekonomis

Pengusahaan hutan rakyat adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan: produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan. Dari cakupan pengusahaan hutan rakyat tersebut dapat diketahui bahwa stakeholder dalam usaha hutan rakyat ini cukup banyak, antara lain pemilik lahan, petani penggarap, buruh tani, pekerja kasar, sampai dengan pedagang dan industri serta pemerintah daerah. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut, wajar jika usaha hutan rakyat memberikan kontribusi pendapatan kepada lebih banyak stakeholdernya. Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung berpengaruh pada perekonomian desa. Ekonomi pedesaan yang dimaksud disini lebih diartikan sebagai ekonomi yang berlaku di wilayah pedesaan.

Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Usaha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia. Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, yang biasa disebut dengan etika subsisten. Luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang di luar pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut. Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dapat dipahami bahwa jika pengusahaan hutan dilakukan secara sambilan (input teknologi dan manajemen yang rendah) hanya memiliki manfaat langsung ekonomi kepada pemilik lahan dan tengkulak, sehingga belum nampak adanya kontribusi pendapatan terhadap pihak lain.

Sedangkan pada pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif, diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir dampak krisis moneter.

Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat. Makin intensifnya pengusahaan hutan rakyat secara umum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat makin banyak. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari masing-masing individu yang terlibat dalam pengusahaan hutan maka secara tidak langsung, usaha hutan rakyat ini akan ikut mendongkrak perekonomian pedesaan.

Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting baik bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat. Meskipun demikian, sampai saat ini masih banyak diterapkan apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh kebutuhan pendapatan. Di masa mendatang sistem pemanenan seperti ini diharapkan akan berubah menjadi sistem pemanenan yang terencana karena semakin meningkatnya permintaan dari industri-industri pengolahan kayu yang berada dekat di daerah sekitar hutan rakyat, seperti industri penggergajian dan industri meubel. Permintaan kayu rakyat dirasakan semakin meningkat sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda balak. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pasokan kayu dari hutan negara ke industri pengolahan kayu juga semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini, hutan rakyat muncul menjadi salah satu alternatif sumber pasokan bahan baku kayu. Menurut Hardjanto (2003) permintaan kayu rakyat terdiri dari tiga macam yaitu: a) permintaan pasar lokal, b) industri menengah yang produknya untuk scope yang lebih luas dan berorientasi ekspor, dan c) industri besar padat modal. Pada industri menengah alat-alat yang digunakan relatif lebih sederhana, serta kwalita dan randemen kayu olahan yang dihasilkan masih rendah. Selain itu masih belum ada standarisasi produk, sehingga terkadang kurang memenuhi atau sesuai dengan permintaan pasar.





.4. Peran Hutan Alam Dari Aspek Sosial Budaya

Pemerintah Indonesia telah menawarkan sistem hutan kemasyarakatan sejak tahun 1998, namun konsep tersebut belum mengedepankan rakyat sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan. Rakyat hanya diajak, dan bukan rakyat yang menentukan sistem pengelolaan hutan. Kemudian di tahun 2003, dikeluarkan kembali pencanangan social forestry oleh pemerintah, yang konsepnya tidak jauh beda dengan konsep hutan kemasyarakatan.

Selain itu, sangat banyak terdapat sistem pengelolaan hutan oleh rakyat yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, dimana masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman semusim di sela tanaman jati, dimana arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan masyarakat hanya ikut ‘menumpang’ di lahan tersebut.
Sistem Hutan Kerakyatan yang digagas WALHI memiliki dua kata kunci, yaitu “sistem hutan” dan “kerakyatan”. Sistem hutan untuk menggambarkan bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.
Sistem Hutan Kerakyatan [SHK] memiliki prinsip-prinsip di antaranya bahwa:
Aktor utama pengelola adalah rakyat [masyarakat lokal/masyarakat adat];
Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat bersangkutan;
Memiliki wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya;
Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat;
Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat;
Pengetahuan lokal [indigenous knowledge] menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan, disamping pengetahuan modern untuk memperkaya;
Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal ataupun jika bukan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat;
Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian [sustainability];
Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama, dan;
Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumberdaya, sistem sosial, sistem ekonomi dan lain sebagainya.

Sistem Hutan Kerakyatan sendiri sebenarnya adalah pola-pola pengelolaan hutan yang telah sejak lama dilakukan oleh rakyat dengan aturan-aturan lokal yang disepakati bersama oleh rakyat itu sendiri [aturan adat/lokal]. Sistem Hutan Kerakyatan juga tidak mengarah hanya pada kayu, namun akan lebih pada pengembangan pengelolaan hasil hutan non kayu sebagai produk utama dari sistem hutan kerakyatan. Kalaupun akan menebang pohon, hal tersebut hanya lebih pada untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan komunitas. Peran pemerintah dalam sistem hutan kerakyatan akan lebih pada dukungan [fasilitasi], kemitraan, pembuat kebijakan umum [prinsip-prinsip] dan pengakuan kawasan kelola rakyat. Kesinambungan atau lebih populer disebut kelestarian (sustainability) dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan sejak semula telah dipahami sebagai pencapaian dan pemeliharaan output hutan sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) secara terus menerus (perpetuity) atau dalam dimensi kehidupan secara lintas generasi (intergeneration). Dengan demikian, syarat pengelolaan hutan yang penting adalah menghindarkan terjadinya pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan (overuse) atau melebihi daya dukungnya (carrying capacity) dan dalam pengusahaannya melakukan reinvestasi minimal sama dengan apa yang diambil dari sumberdaya. Hal tersebut penting agar sumberdaya dapat terus mempertahankan strukturnya (ecological atau environmental sustainability) dalam upaya mempertahankan fungsi dan manfaatnya (production atau economic sustainability).

Akan tetapi berkaitan dengan sumberdaya hutan di Indonesia, dimana manusia (baca masyarakat) dalam faktanya menjadi elemen integral atau sulit terpisahkan dari sumberdaya hutan, kelestarian ekologi dan ekonomi dimaksud hanya dimungkinkan dicapai bilamana pengelolaan sumberdaya juga senantiasa memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal. Pemahaman sederhana siapa yang dimaksud dengan masyarakat lokal (local community), adalah sekelompok manusia yang bermukim/bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan serta kehidupannya tergantung pada sumberdaya tersebut (lihat Sardjono, 2004). Ditinjau dari latar belakang budaya yang dimilikinya dalam kaitannya dengan sumberdaya, masyarakat lokal dikategorikan atas dua, yaitu ‘tradisional’ (masyarakat adat) ataupun non-tradisional’. Prinsip perhatian terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal tersebut yang kemudian diangkat sebagai bagian dari elemen-elemen penting sertifikasi pengelolaan sumberdaya hutan lestari, selanjutnya disebut sebagai Kelestarian Fungsi Sosial.

Catatan:
Hutan sangat memiliki banyak manfaat, sudah selayaknya manfaat ini harus tetap kita jaga agar tidak terjadi hal yang sebaliknya.  Setiap elemen kehidupan sangat penting guna menjaga keseimbangan yang ada.  Hutan sebagai penyeimbang kehidupan berusaha menjaga kita dari bencana, jika penjaga kita musnah, tentu bancana akan sangat mudah menghampiri kita.  Jangan hancurkan masa depan kita dengan kenikmatan sesaat dari memanfaatkan hutan secara tidak bijaksana dan berlebihan.

Hutan ini hanya titpan untuk anak cucu kita, biarkan anak cucu kita juga mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan yang sama. Go Green Indonesia....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar